(Inspirasi pagi 1 November 2024 oleh Ustadz Muhammad Luthfi Dzunnurahman)
Dalam menjalani hidup, manusia sebagai khalifah di muka bumi semestinya tetap fokus untuk menjalankan kebaikan-kebaikan yang mampu dilakukan. Sekecil apapun kebaikan itu akan bernilai ketika dilakukan dengan ikhlas. Maka dari itu mulailah beramal dengan melakukan aktivitas sederhana yang mampu dilakukan. Allah SWT akan membukakan kebaikan-kebaikan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita dalam melakukan amal kebaikan. Maka apapun yang akan kita lakukan semestinya harus dilakukan dengan kesungguhan penuh sehingga manusia akan menjadi seorang juara. Dalam Surat Al-Kahfi ayat terakhir disebutkan:
فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
“Maka barang siapa yang berharap berjumpa dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadah kepada Tuhannya sesuatu pun (Al Kahfi:110)
Foto: Ustadz Luthfi Dzunnurahman memberikan kajian dalam kegiatan rutin Inspirasi Pagi, Jumat, 1 November 2024
Akan tetapi dalam mencapai hal tersebut, terkadang ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh manusia yang bisa membuatnya menjadi malas dalam melakukannya (Futur). Beberapa hal diantaranya adalah mengeluhkan fasilitas yang telah kita dapatkan di tempat kerja, mengeluhkan kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi, memiliki masalah pribadi dengan orang lain yang belum terselesaikan yang pada akhirnya bisa berdampak pada kekompakan yang tidak bisa terjalin dengan maksimal. Tentu hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas diri dalam menjalani hidup. Soal rizki yang sudah ditetapkan sejak manusia lahir menjadikan alasan melemahnya kebaikan. Dan ini bagi seorang manusia bukanlah pada tempatnya.
Sebelum Baginda Rasulullah SAW menjadi nabi, beliau adalah seseorang yang sangat kaya, istrinya adalah seorang konglomerat. Namun, ketika menjadi Nabi, keadaan ekonominya semakin melemah. Hal ini karena semua harta yang sudah dimiliki telah digunakan untuk berjuang di jalan Allah SWT melalui kegiatan dakwah.
Nah, terus bagaimana dengan kita? Kalau sampai hari ini masih merasa miskin, maka pahamilah bahwa ini tidak ada hubungannya dengan gurunya atau siapa pun. Kemiskinan telah Allah catatkan dalam nasib kita. Jangan sampai ini menjadi alasan untuk tidak beramal yang terbaik. Rasulullah SAW pernah tidak makan selama 3 hari sampai kemudian beliau mengganjal perutnya dengan batu. Nabi tetap berkhusnudzan bahwa dibalik kesulitan ada rencana Allah yang baik.
Mushab bin Umair sebelum keislaman beliau, beliau sangat kaya raya, beliau adalah salah satu anak quraisy. Tak ada yang tidak mengenal kekayaannya. Pakaiannya begitu halus karena dibuat dari bahan yang terbaik. Akan tetapi, ketika beliau masuk islam, dia terusir dari keluarganya. Beliau juga tidak lagi memiliki kekayaan hingga akhir hayatnya. Bahkan sampai wafatnya beliau, tidak ada kain yang cukup untuk menutupi tubuhnya. Hanya ada lembaran kain burdah yang menutupi tubuhnya. Saat wafatnya Rasulullah SAW bersaksi bahwa dirinya syahid. Selamat bertemu dengan Tuhanmu, Kata nabi.
Kesulitan-kesulitan yang kita hadapi kiranya jauh perbandingannya dengan apa yang dialami oleh Mushab bin Umair. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak beramal sholeh karena kesulitan-kesulitan dan berbagai keterbatasan. Mari kita jaga semangat berfastabiqul khairat. Jadikan kesulitan sebagai tangga berfastabiqul khairat. Kesulitan yang kita alami cukuplah dihadapi dengan penuh kesabaran. Hal itu berbeda dengan kemudahan yang kita dapatkan begitu banyak godaannya. Kesulitan adalah jalan termudah untuk mendapatkan kebaikan.
Tim Website SMPIT Ibnu Mas’ud